PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
(PP)
NOMOR
58 TAHUN 2001 (58/2001)
TENTANG
PEMBINAAN
DAN PENGAWASAN
PENYELENGGARAAN
PERLINDUNGAN KONSUMEN
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA ,
Menimbang:
bahwa
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 29 dan Pasal 30 Undang‑undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen;
Mengingat
:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang‑Undang Dasar
1945;
2. Undang‑undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan:
PERATURAN
PEMERINTAH TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN
KONSUMEN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Perlindungan Konsumen adalah segala upaya
yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen.
2. Konsumen adalah setiap orang pemakai
barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.
3. Pelaku usaha adalah setiap orang
perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan
badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum negara Republik Indonesia ,
baik sendiri maupun bersama‑sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan
usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
4. Barang adalah setiap benda baik berwujud
maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan
maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai,
dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen.
5. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk
pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh
konsumen.
6. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang
selanjutnya disebut BPSK, adalah badan yang bertugas menangani dan
menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.
7. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat yang selanjutnya disebut LPKSM adalah lembaga non Pemerintah yang
terdaftar dan diakui oleh Pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani
perlindungan konsumen.
8. Badan Perlindungan Konsumen Nasional yang
selanjutnya disebut BPKN adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya
pengembangan perlindungan konsumen.
9. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup
tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang perdagangan.
BAB
II
PEMBINAAN
Pasal
2
Pemerintah
bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang
menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya
kewajiban konsumen dan pelaku usaha.
Pasal
3
(1) Pembinaan penyelenggaraan perlindungan
konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan oleh Menteri dan atau
menteri teknis terkait, yang meliputi upaya untuk :
a. terciptanya
iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen;
b. berkembangnya
lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat; dan
c. meningkatnya
kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya kegiatan penelitian dan
pengembangan di bidang perlindungan konsumen.
(2) Menteri teknis terkait sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan
perlindungan konsumen sesuai dengan bidang tugas masing‑masing.
Pasal
4
Dalam
upaya untuk menciptakan iklim usaha dan menumbuhkan hubungan yang sehat antara
pelaku usaha dan konsumen, Menteri melakukan koordinasi penyelenggaraan
perlindungan konsumen dengan menteri teknis terkait dalam hal :
a. penyusunan kebijakan di bidang
perlindungan konsumen;
b. pemasyarakatan peraturan perundang‑undangan
dan informasi yang berkaitan dengan perlindungan konsumen;
c. peningkatan peranan BPKN dan BPSK melalui
peningkatan kualitas sumber daya manusia dan lembaga;
d. peningkatan pemahaman dan kesadaran
pelaku usaha dan konsumen terhadap hak dan kewajiban masing‑masing;
e. peningkatan pemberdayaan konsumen melalui
pendidikan, pelatihan, keterampilan;
f. penelitian terhadap barang dan/atau jasa
beredar yang menyangkut perlindungan konsumen;
g. peningkatan kualitas barang dan/atau
jasa;
h. peningkatan kesadaran sikap jujur dan
tanggung jawab pelaku usaha dalam memproduksi, menawarkan, mempromosikan,
mengiklankan, dan menjual barang dan/atau jasa; dan;
i. peningkatan pemberdayaan usaha kecil dan
menengah dalam memenuhi standar mutu produksi barang dan/atau jasa serta
pencantuman label dan klausula baku .
Pasal
5
Dalam
upaya untuk mengembangkan LPKSM, Menteri melakukan koordinasi penyelenggaraan
perlindungan konsumen dengan menteri teknis terkait dalam hal :
a. pemasyarakatan peraturan perundang‑undangan
dan informasi yang berkaitan dengan perlindungan konsumen;
b. pembinaan dan peningkatan sumber daya
manusia pengelola LPKSM melalui pendidikan, pelatihan, dan keterampilan.
Pasal
6
Dalam
upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta meningkatkan
kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen, Menteri
melakukan koordinasi penyelenggaraan perlindungan konsumen dengan menteri
teknis terkait dalam hal :
a. peningkatan kualitas aparat penyidik
pegawai negeri sipil di bidang perlindungan konsumen;
b. peningkatan kualitas tenaga peneliti dan
penguji barang dan/atau jasa;
c. pengembangan dan pemberdayaan lembaga
pengujian mutu barang; dan
d. penelitian dan pengembangan teknologi
pengujian dan standar mutu barang dan/atau jasa serta penerapannya.
BAB
III
PENGAWASAN
Pasal
7
Pengawasan
terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen dan penerapan ketentuan
peraturan perundang‑undangannya dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat, dan
lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
Pasal
8
(1) Pengawasan oleh pemerintah dilakukan
terhadap pelaku usaha dalam memenuhi standar mutu produksi barang dan/atau
jasa, pencantuman label dan klausula baku ,
serta pelayanan purna jual barang dan/atau jasa.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan dalam proses produksi, penawaran, promosi, pengiklanan, dan
penjualan barang dan/atau jasa.
(3) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dapat disebarluaskan kepada masyarakat.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri dan atau menteri
teknis terkait bersama‑sama atau sendiri‑sendiri sesuai dengan bidang tugas
masing‑masing.
Pasal
9
(1) Pengawasan oleh masyarakat dilakukan
terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan dengan cara penelitian, pengujian dan atau survei.
(3) Aspek pengawasan meliputi pemuatan
informasi tentang risiko penggunaan barang jika diharuskan, pemasangan label,
pengiklanan, dan lain‑lain yang disyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang‑undangan dan kebiasaan dalam praktik dunia usaha.
(4) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), dapat disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat disampaikan
kepada Menteri dan menteri teknis.
Pasal
10
(1) Pengawasan oleh LPKSM dilakukan terhadap
barang dan/atau jasa yang beredar di pasar.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan dengan cara penelitian, pengujian dan atau survei.
(3) Aspek pengawasan meliputi pemuatan
informasi tentang risiko penggunaan barang jika diharuskan, pemasangan label, pengiklanan,
dan lain‑lain yang disyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang‑undangan
dan kebiasaan dalam praktik dunia usaha.
(4) Penelitian, pengujian dan/atau survei
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang
diduga tidak memenuhi unsur keamanan, kesehatan, kenyamanan dan keselamatan
konsumen.
(5) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dapat disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat disampaikan
kepada Menteri dan menteri teknis.
Pasal
11
Pengujian
terhadap barang dan/atau jasa yang beredar dilaksanakan melalui laboratorium
penguji yang telah diakreditasi sesuai dengan peraturan perundang‑undangan yang
berlaku.
BAB
IV
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
12
Dengan
berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan perundang‑undangan yang berkaitan dengan pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan perlindungan konsumen dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
BAB
V
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
13
Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia .
Ditetapkan di Jakarta
pada
tanggal 21 Juli 2001
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ,
ttd
ABDURRAHMAN
WAHID
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 21 Juli 2001
SEKRETARIS
NEGARA REPUBLIK INDONESIA ,
ttd
MUHAMMAD MAFTUH BASYUNI
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2001 NOMOR 103
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
58 TAHUN 2001
TENTANG
PEMBINAAN
DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN
PERLINDUNGAN
KONSUMEN
UMUM
Salah
satu upaya untuk menyelenggarakan perlindungan konsumen sebagaimana yang
dikehendaki oleh Undang‑undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
adalah melalui pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan perlindungan konsumen.
Pembinaan
perlindungan konsumen diselenggarakan oleh Pemerintah dalam upaya untuk
menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya
kewajiban masing‑masing.
Sedangkan
pengawasan perlindungan konsumen dilakukan secara bersama oleh Pemerintah,
masyarakat dan LPKSM, mengingat banyak ragam dan jenis barang dan/atau jasa
yang beredar di pasar serta luasnya wilayah Indonesia .
Pembinaan
terhadap pelaku usaha dan pengawasan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar
di pasar tidak semata‑mata ditujukan untuk melindungi kepentingan konsumen
tetapi sekaligus bermanfaat bagi pelaku usaha dalam upaya meningkatkan daya
saing barang dan/atau jasa di pasar global. Di samping itu, diharapkan pula
tumbuhnya hubungan usaha yang sehat antara pelaku usaha dengan konsumen, yang
pada gilirannya dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif.
PASAL
DEMI PASAL
Pasal
1
Cukup jelas
Pasal
2
Cukup jelas
Pasal
3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pembinaan oleh menteri teknis
terkait misalnya Menteri Perhubungan bertanggungjawab dalam pembinaan
penyelenggaraan perlindungan konsumen di bidang transportasi.
Pasal
4
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Pasal
5
Cukup jelas
Pasal
6
Cukup jelas
Pasal
7
Cukup jelas
Pasal
8
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan
pelayanan purna jual adalah pelayanan yang dilakukan oleh pelaku usaha terhadap
konsumen, misalnya tersedianya suku cadang dan jaminan atau garansi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal
9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal
10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cara melakukan pengawasan di
samping melalui penelitian, pengujian dan/ atau survei dapat juga berdasarkan
laporan dan pengaduan dari masyarakat baik yang bersifat perseorangan maupun
kelompok.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pelaksanaan penelitian,
pengujian dan/atau survei dapat dilakukan baik sebelum atau sesudah terjadi hal‑hal
yang membahayakan keamanan, kesehatan, kenyamanan dan keselamatan konsumen.
Ayat
(5)
Cukup
jelas
Pasal 11
Penunjukan
pengujian hanya kepada laboratorium yang telah diakreditasi dimaksudkan untuk
mendapatkan hasil uji yang obyektif dan transparan serta dapat dipertanggungjawabkan.
Akreditasi
tersebut dapat dilakukan baik melalui lembaga akreditasi nasional maupun
internasional.
Pasal
12
Cukup jelas
Pasal
13
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4126
0 komentar:
Post a Comment
berikan komentar anda