Home » » Dekstrometorfan jenis Obat Bebas Terbatas, berbahaya dan merusak generasi muda bila disalah gunakan

Dekstrometorfan jenis Obat Bebas Terbatas, berbahaya dan merusak generasi muda bila disalah gunakan

Pengawasan dan pemantauan barang beredar ( makanan dan minuman, obat-obatan, barang dan/atau jasa ) yang dilakukan oleh LPKSM-YKM Pemalang ditemukan banyaknya penyalahgunaan Dekstrometorpan dan CTM dikalangan remaja ( siswa SLTP dan SLTA )  dan remaja putus sekolah. hal ini disebabkan karena kurang disiplinnya pengelola apotek dan para apoteker dalam memberikan obat kepada konsumen yang ingin melakukan swamedikasi, 
dalam penjualan obat bebas dan obat bebas terbatas apoteker wajib menanyakan dan/atau memberi saran ketika ada konsumen yang membeli obat jenis tersebut dengan jumlah yang banyak. selai dari pada itu semestinya seorang apoteker bertatap muka langsung dengan konsumen yang ingin melakukan swamedikasi  agar dapat menganalisa penyakit konsumen sehingga kesalahan pemberian obat tidak terjadi. 

Dekstrometorfan
Secara kimia, DMP (d-3-methoxy-N-methyl-morphinan) adalah suatu dekstro isomer dari levomethorphan, suatu derivat morfin semisintetik.
Walaupun strukturnya mirip narkotik, DMP tidak beraksi pada reseptor opiat sub tipe mu (seperti halnya morfin atau heroin), tetapi ia beraksi pada reseptor opiat subtipe sigma, sehingga efek ketergantungannya relatif kecil. Pada dosis besar, efek farmakologi DMP menyerupai PCP atau ketamin yang merupakan antagonis reseptor NMDA. DMP sering disalahgunakan karena pada dosis besar ia menyebabkan efek euforia dan halusinasi penglihatan maupun pendengaran. Intoksikasi atau overdosis DMP dapat menyebabkan hiper-eksitabilitas, kelelahan, berkeringat, bicara kacau, hipertensi, dan mata melotot (nystagmus). Apalagi jika digunakan bersama dengan alkohol, efeknya bisa sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian.
Penyalahgunaan DMP menggambarkan adanya 4 plateau yang tergantung dosis, seperti berikut:
·         ·First Plateau: Dosis : 100-200 mg, Efek : Stimulasi ringan
·         Second Plateau: Dosis : 200-400 mg, Efek : Euforia dan halusinasi
·         Third Plateau: Dosis : 300-600 mg, Efek : gangguan persepsi visual,hilangnya koordinasi motorik
·         Fourth Plateau: Dosis : 500-1500 mg, Efek : Dissociative sedation

Dekstrometorfan HBr (DMP HBr) adalah Obat Penekan Batuk (Antitusif)

1.      Kegunaan obat: Penekan batuk cukup kuat kecuali untuk batuk akut yang berat.
Hal yang harus diperhatikan:
·         Hati-hati atau minta saran dokter untuk penderita hepatitis.
·         Jangan minum obat ini bersamaan obat penekan susunan syaraf pusat.
·         Tidak digunakan untuk menghambat keluarnya dahak.
2.      Efek samping:
·         Dalam dosis normal, efek samping jarang terjadi. Efek samping yang dialami ringan seperti:mual dan pusing
·         Dosis terlalu besar dapat menimbulkan depresi pernapasan
3.      Aturan pemakaian
·         Dewasa : 10-20 mg setiap 8 jam.
·         Anak : 5-10 mg setiap 8 jam.
·         Bayi : 2,5-5 mg setiap 8 jam.

OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS
Penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas dalam pengobatan sendiri (swamedikasi) harus mengikuti prinsip penggunaan obat secara umum, yaitu penggunaan obat secara aman dan rasional. Swamedikasi yang bertanggung jawab membutuhkan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya, serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai dengan indikasi penyakit dan kondisi pasien.
Menurut SK Menteri Kesehatan Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik terdapat kewajiban Apotik.
Sebagai seorang profesional kesehatan dalam bidang kefarmasian, Apoteker mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan bantuan, nasehat dan petunjuk kepada masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi, agar dapat melakukannya secara bertanggung jawab. Apoteker harus dapat menekankan kepada pasien, bahwa walaupun dapat diperoleh tanpa resep dokter, namun penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas tetap dapat menimbulkan bahaya dan efek samping yang tidak dikehendaki jika dipergunakan secara tidak semestinya.
Dalam penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas, Apoteker memiliki dua peran yang sangat penting, yaitu menyediakan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya serta memberikan informasi yang dibutuhkan atau melakukan konseling kepada pasien (dan keluarganya) agar obat digunakan secara aman, tepat dan rasional. Konseling dilakukan terutama dalam mempertimbangkan :
1. Ketepatan penentuan indikasi/penyakit
2. Ketepatan pemilihan obat (efektif, aman, ekonomis), serta
3. Ketepatan dosis dan cara penggunaan obat.
Satu hal yang sangat penting dalam konseling swamedikasi adalah meyakinkan agar produk yang digunakan tidak berinteraksi negatif dengan produk-produk yang sedang digunakan atau dikonsumsi pasien. Di samping itu Apoteker juga diharapkan dapat memberikan petunjuk kepada pasien bagaimana memonitor penyakitnya, serta kapan harus menghentikan pengobatannya atau kapan harus berkonsultasi kepada dokter. Informasi tentang obat dan penggunaannya perlu diberikan pada pasien saat konseling untuk swamedikasi. pada dasarnya lebih ditekankan pada informasi farmakoterapi yang disesuaikan dengan kebutuhan serta pertanyaan pasien.
Informasi yang perlu disampaikan oleh Apoteker pada masyarakat dalam penggunaan obat bebas atau obat bebas terbatas antara lain:
1.      Khasiat obat: Apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa khasiat obat yang bersangkutan, sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatan yang dialami pasien.
2.      Kontraindikasi: pasien juga perlu diberi tahu dengan jelas kontra indikasi dari obat yang diberikan, agar tidak menggunakannya jika memiliki kontra indikasi dimaksud.
3.      Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada): pasien juga perlu diberi informasi tentang efek samping yang mungkin muncul, serta apa yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya.
4.      Cara pemakaian: cara pemakaian harus disampaikan secara jelas kepada pasien untuk menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup, dioleskan, dimasukkan melalui anus, atau cara lain.
5.      Dosis: sesuai dengan kondisi kesehatan pasien, Apoteker dapat menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh produsen (sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat menyarankan dosis lain sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
6.      Waktu pemakaian: waktu pemakaian juga harus diinformasikan dengan jelas kepada pasien, misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat akan tidur.
7.      Lama penggunaan: lama penggunaan obat juga harus diinformasikan kepada pasien, agar pasien tidak menggunakan obat secara berkepanjangan karena penyakitnya belum hilang, padahal sudah memerlukan pertolongan dokter.
8.      Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu bersamaan.
9.      Hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat
10.  Cara penyimpanan obat yang baik
11.  Cara memperlakukan obat yang masih tersisa
12.  Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak
Di samping itu, Apoteker juga perlu memberi informasi kepada pasien tentang obat generik yang memiliki khasiat sebagaimana yang dibutuhkan, serta keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan obat generik. Hal ini penting dalam pemilihan obat yang selayaknya harus selalu memperhatikan aspek farmakoekonomi dan hak pasien.
Disamping konseling dalam farmakoterapi, Apoteker juga memiliki tanggung jawab lain yang lebih luas dalam swamedikasi. Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh IPF (International Pharmaceutical Federation) dan WMI (World Self-Medication Industry) tentang swamedikasi yang bertanggung jawab (Responsible Self-Medication) dinyatakan sebagai berikut:
1.      Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan nasehat dan informasi yang benar, cukup dan objektif tentang swamedikasi dan semua produk yang tersedia untuk swamedikasi.
2.      Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk merekomendasikan kepada pasien agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila dipertimbangkan swamedikasi tidak mencukupi.
3.      Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan laporan kepada lembaga pemerintah yang berwenang, dan untuk menginformasikan kepada produsen obat yang bersangkutan, mengenai efek tak dikehendaki (adverse reaction) yang terjadi pada pasien yang menggunakan obat tersebut dalam swamedikasi.
4.      Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk mendorong anggota masyarakat agar memperlakukan obat sebagai produk khusus yang harus dipergunakan dan disimpan secara hati-hati, dan tidak boleh dipergunakan tanpa indikasi yang jelas.

Sebagai seorang tenaga kesehatan yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan, mestinya tanggap akan situasi lingkungan ketika dalam waktu yang relative singkat banyak konsumen/masyarakat dilingkungan kerjanya yang membeli atau membutuhkan Dekstrometorpan (setiap harinya sekitar 1000 butir DMP ), maka dapat disimpulkan bahwa dilingkungannya telah terjangkit wabah penyakit batuk, mengingat Dekstrometorpan adalah obat batuk dan semestinya segera melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang. ( UU No.36 Th 2009 Pasal 1 ayat 6 )

Sehubungan dengan tidak dilakukannya langkah-langkah seperti tersebut diatas maka jelas sebagai seorang tenaga kesehatan yang mengerti dalam bidang kesehatan dengan sengaja da/atau tidak disengaja mengedarkan Dekstrometorpan maka perbuatannya melanggar:

Undang-undang No. 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen BAB IV Perbuatan yang dilarang bagi Pelaku Usaha Pasal 8 sampai dengan Pasal 17. dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal  63

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 10
Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial.
Pasal 11
Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pasal 12
Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan bagi orang lain yang menjadi tanggung jawabnya.

BAB V
SUMBER DAYA DI BIDANG KESEHATAN
Bagian Kesatu
Tenaga Kesehatan
Pasal 21
(1) Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
(3) Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin    
      dari pemerintah.
(4) Selama memberikan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
     dilarang mengutamakan kepentingan yang bernilai materi..
Pasal 24
(1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan  
      kode etik, standard profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standard pelayanan,  
      dan standar prosedur operasional.
Pasal 29
Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.
Pasal 31
Fasilitas pelayanan kesehatan wajib:
a. memberikan akses yang luas bagi kebutuhan penelitian dan pengembangan di bidang
    kesehatan; dan
b. mengirimkan laporan hasil penelitian dan pengembangan kepada pemerintah daerah 
    atau Menteri.
Pasal 33
 (2) Penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan dilarang mempekerjakan tenaga   
       kesehatan yang tidak memiliki kualifikasi dan izin melakukan pekerjaan profesi.

BAB VI
UPAYA KESEHATAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 46
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat.
Pasal 49
(1)Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung jawab atas penyelenggaran    
     upaya kesehatan.
(2)Penyelenggaraan upaya kesehatan harus memperhatikan fungsi sosial, nilai, dan norma  
     agama, sosial budaya, moral, dan etika profesi.
Perlindungan Pasien
Pasal 58 . . .
(1)   Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
(2)   Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.
Pasal 106
(1)   Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.
(2)   Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi persyaratan objektivitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan.
(3)   Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 107
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

KESEHATAN REMAJA
Pasal 136
(1)   Upaya pemeliharaan kesehatan remaja harus ditujukan untuk mempersiapkan menjadi orang dewasa yang sehat dan produktif, baik sosial maupun ekonomi.
(2)   Upaya pemeliharaan kesehatan remaja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk untuk reproduksi remaja dilakukan agar terbebas dari berbagai gangguan kesehatan yang dapat menghambat kemampuan menjalani kehidupan reproduksi secara sehat.
(3)   Upaya pemeliharaan kesehatan remaja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukanoleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Pasal 137
(1)   Pemerintah berkewajiban menjamin agar remaja dapat memperoleh edukasi, informasi, dan layanan mengenai kesehatan remaja agar mampu hidup sehat dan bertanggung jawab.
(2)   Ketentuan mengenai kewajiban Pemerintah dalam menjamin agar remaja memperoleh edukasi, informasi dan layanan mengenai kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pertimbangan moral nilai agama dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 186
Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan adanya dugaan atau patut diduga adanya pelanggaran hukum di bidang kesehatan, tenaga pengawas wajib melaporkan kepada penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 187
Ketentuan lebih lanjut tentang pengawasan diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 188
(1)   Menteri dapat mengambil tindakan administrative terhadap tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
(2)   Menteri dapat mendelegasikan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada lembaga pemerintah nonkementerian, kepala dinas provinsi, atau kabupaten/kota yang tugas pokok dan fungsinya di bidang kesehatan.
(3)   Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
  1. peringatan secara tertulis;
  2. pencabutan izin sementara atau izin tetap.
(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan tindakan administratif sebagaimana dimaksud pasal ini diatur oleh Menteri.

BAB XIX
PENYIDIKAN
Pasal 189
(1)   Selain penyidik polisi negara Republik Indonesia, kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan pemerintahan yang menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang kesehatan.
(2)   Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
  1. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporanserta keterangan tentang tindak pidana di bidang kesehatan;
  2. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang kesehatan;
  3. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang kesehatan; melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana di bidang kesehatan; melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang kesehatan;
  4. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang kesehatan;
  5. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang membuktikan adanya tindak pidana di bidang kesehatan.
(3)   Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh penyidik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB XX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 197
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Pasal 201
(1)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196 , Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200.
(2)   Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a.      pencabutan izin usaha; dan/atau
b.      pencabutan status badan hukum.



DAFTAR KEPUSTAKAAN
Anderson, J.A.D. 1979. Historical Background to Self-care. Dalam Anderson J.A.D. (ed). Self Medication. The Proceedings of Workshop on Self Care.
London: MTP Press Limited Lancaster, 10-18.

Anonim, 1983. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda Khusus Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Pasal 1 ayat 2 dan 5, Pasal 3.

Anonim, 1992, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Anonim, 1993. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 919/Menkes/ Per/X/ 1993 tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep, Pasal 1, 2 dan 3

0 komentar:

Post a Comment

berikan komentar anda