Oleh prayitnocapri LPKSM-YKM Pemalang
Ketika kita
membahas tentang Pelecehan Seksual maka hal yang langsung terkait disini adalah
etika dan moralitas, kejadian antara Muhamad Ruadi (14th) yang siswa kelas 2 di
salah satu SMP di Pemalang dengan Cantik (3,4th) adalah bukan termasuk masalah kenakalan remaja biasa. Perbuatan
cabul yang dilakukan oleh Adi merupakan dampak dari kemajuan teknologi yang
membuat sifat, keinginan serta hasrat seperti orang dewasa. Kejadian semacam
ini harus segera ditindak lanjuti agar tidak terulang lagi pada anak-anak yang
lain dan diproses secara hukum kemudian diadili. akan tetapi karena
hukum yang khusus (Lex Spesialis) terkait dengan pencabulan
atau
pemerkosaan oleh remaja dibawah umur belum ada, maka Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) secara umum (Lex Generalis) dapat
dijadikan landasan dengan ancaman hukuman seperti yang diatur dalam Pasal 281 s/d 296 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan dapat diangkat kepermukaan menjadi perkara di
pengadilan.
Hal-hal yang Menghapuskan,
Mengurangi atau Memberatkan Pidana
Pasal 45 (KUHP)
Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena
melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat
menentukan:
memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya,
walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apa pun; atau memerintahkan supaya
yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apa pun, jika perbuatannya merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran berdasar- kan
pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503 - 505, 514, 517 - 519, 526, 531, 532,
536, dan 540 serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah karena
melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut di atas, dan
putusannya telah menjadi tetap; atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah.
Berdasarkan Pasal tersebut diatas maka “Kejahatan Terhadap Kesusilaan” Pasal 285-296 dapat diterapkan kepada orang
yang belum dewasa tetapi dengan perlakuan khusus.
Pasal 285
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang
wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan
perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 286
Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan,
padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 287
(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan,
padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima
belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bawa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita
belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291
dan pasal 294.
Pada praktiknya, penafsiran
terhadap “unsur paksaan” sebagai unsur utama yang harus ada dalam rangkaian
perbuatan yang tidak menyenangkan. Unsur paksaan, menurut MA, tidak selalu
diterjemahkan dalam bentuk paksan fisik, tapi dapat pula dalam bentuk paksaan
psikis.
MA telah memberi kualifikasi perbuatan pidana
yang tidak menyenangkan yaitu:
“Dengan sesuatu
perbuatan, secara melawan hukum memaksa orang untuk membiarkan sesuatu.”
Artinya, ada rangkaian
perbuatan terdakwa yang bersifat melawan hukum yang melahirkan akibat, yaitu
orang lain atau korban tidak berbuat apa-apa sehingga terpaksa membiarkan
terjadinya sesuatu sedang dia (korban) tidak setuju atau tidak mau terjadinya
sesuatu tersebut, baik karena dia tidak suka maupun karena dia tidak
membolehkan terjadinya sesuatu tersebut; akan tetapi dia tidak mempunyai
kemampuan fisik dan psikis untuk menolak, menghalangi, menghindar dari
terjadinya perbuatan yang bersifat melawan hukum tersebut.
Demikian, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (Wetboek
van Strafrecht, Staatsblad)
0 komentar:
Post a Comment
berikan komentar anda